Beranda | Artikel
Bagaimana Islam Memandang Orang yang Ingin Hidup Membujang Saja?
Jumat, 25 September 2020

Anda ingin membujang saja ataukah ingin menikah?  

Hadits 970 dari Kitab Bulughul Maram – Kitab Nikah

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas Ibnu Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda, “Tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, berbuka, dan menikahi perempuan. Barangsiapa membenci ajaranku, ia tidak termasuk umatku.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5063 dan Muslim, no. 1401]  

 

Dalam hadits lain

Dari Anas bin Malik berkata,

جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى »

“Ada tiga orang yang pernah datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberitahu, tanggapan mereka seakan-akan menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa-biasa saja. Mereka berkata, “Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal dosa beliau yang lalu dan akan datang telah diampuni.” Salah satu dari mereka lantas berkata, “Adapun saya, saya akan shalat malam selamanya. Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa terus menerus, tanpa ada hari untuk tidak puasa.” Yang lain berkata pula, “Saya akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kaliankah yang berkata demikian dan demikian. Demi Allah, aku sendiri yang paling takut pada Allah dan paling bertakwa pada-Nya. Aku sendiri tetap puasa namun ada waktu untuk istirahat tidak berpuasa. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan ada waktu untuk tidur. Aku sendiri menikahi wanita. Siapa yang membenci ajaranku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, no. 5063 dan Muslim, no. 1401)  

 

Ibnu Hajar dalam Fathul Baari mengatakan:

Kita diperintahkan mengikuti jalan hidup Nabi

مَنْ تَرَكَ طَرِيقَتِي وَأَخَذَ بِطَرِيقَةِ غَيْرِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Siapa yang meninggalkan jalanku, lalu menempuh jalan selainku, maka tidak termasuk golonganku.” Jalan Nabi memberikan banyak kelonggaran.

وَطَرِيقَة النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَنِيفِيَّة السَّمْحَة فَيُفْطِر لِيَتَقَوَّى عَلَى الصَّوْم وَيَنَام لِيَتَقَوَّى عَلَى الْقِيَام وَيَتَزَوَّج لِكَسْرِ الشَّهْوَة وَإِعْفَاف النَّفْس وَتَكْثِير النَّسْل

“Jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah lurus dan memberikan banyak kelonggaran. Dalam ajaran beliau masih dibolehkan tidak puasa, supaya benar-benar kuat jalani puasa. Dalam Islam masih boleh tidur supaya kuat menjalani shalat malam. Dalam Islam diperbolehkan pula untuk menikah untuk mengekang syahwat, menjaga kesucian diri dan memperbanyak keturunan.”  

 

Manfaat menikah

  • Mengatasi syahwat yang bergejolak
  • Menjaga iffah (kesucian) diri
  • Memperbanyak keturunan

 

Faedah Hadits

  1. Menjadi dalil yang menunjukkan keutamaan menikah
  2. Siapa yang meninggalkan menikah dengan tujuan untuk ibadah maka itu sudah keluar dari petunjuk Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
  3. Menjadi dalil kita diperintahkan untuk tidak mempersulit dalam beribadah dan jadi dalil tidak boleh melakukan bid’ah karena bid’ah mempersulit diri
  4. Mencocoki/Mengikuti jalan Nabi itu lebih baik dari pada memperbanyak amal namun menyelisihi ajaran Rasulullah , jadi yang dituntut bukan banyaknya (kuantitas) namun kualitas, apabila terkumpul kuantitas dan kualitas maka ini lebih baik.

 

Tentang hidup membujang ada keterangan dari Syaikh Mustofa Al-Bugho hafizhahullah dalam kitabnya al-Fiqh al-Manhaji juz ke-2

  • Membujang karena tak punya keinginan untuk menikah, bisa jadi karena dilihat dari fitrahnya, atau karena sakit, atau karena tidak mampu memberi nafkah padahal dalam nikah ada keharusan memberi mahar dan nafkah. Untuk kondisi pertama, dimakruhkan untuk menikah.
  • Membujang karena terlalu sibuk ibadah dan menuntut ilmu diin, lalu jika menikah membuat ia lalai dalam hal itu padahal ia mampu dalam segi finansial (ini untuk menjelaskan para ulama besar yang dulu hidup membujang seperti Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi mereka tidak menikah karena ada maslahat yang lebih besar), maka untuk kondisi kedua ini, maka lebih baik tidak menikah karena ada maslahat yang lebih besar.
  • Membujang dalam keadaan mampu untuk menikah dan dia tidak disibukkan untuk ibadah dan menuntut ilmu agama, maka lebih baik untuk menikah.

 

Catatan dari Elmi Hastuti dari kajian Bulughul Maram Kitab Nikah dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. di channel Youtube Rumaysho TV. Dikoreksi oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel RemajaIslam.Com  


Artikel asli: https://remajaislam.com/1702-bagaimana-islam-memandang-orang-yang-ingin-hidup-membujang-saja.html